Bagaimana Menang Atas Pikiran Negatif
pikiran negatif-jahat/setan
Pengalaman dengan pikiran negatif.
Malam itu, saya baru sampai di Terminal Blok M. Jam sudah menunjukkan pukul 20:30; bus jurusan Bekasi sudah tiba.
Bus hijau dengan tulisan Mayasari Bakti itulah yang saya tunggu. Lelah dengan pekerjaan, lapar, dan juga haus, saya memutuskan untuk naik saja. Akan tetapi, setelah menaikinya, saya sadar, ini bus hijau. Bus yang sudah dimakan usia dan renta. Kotor, jorok, dan bisa dimasuki siapa saja. Biasanya pedagang asongan dan pengamen.
Sudah biasa bagi semua orang yang menaiki bus itu, bahwa kernetnya pasti akan menyilakan siapa saja untuk naik. Malah, sudah ada semacam persetujuan tak tertulis bagi supir dan kernet untuk menyilakan siapa saja yang mau mencari nafkah untuk naik dan melakukan apa saja di atas bus mereka – berjualan, atau mengamen. Nah, saya tidak suka kedua-duanya, tetapi yang paling membuat saya dongkol adalah para pengamen.
Saya memang tidak suka dengan pengamen. Buat saya, kenapa mereka mesti ada di sini? Memangnya mereka tidak sadar kalau saya butuh ketenangan? Pekerjaan di kantor sudah cukup melelahkan saya baik jiwa maupun raga. Tetap saja mereka datang, menghancurkan damai dan tenang yang harusnya saya dapatkan. Meskipun saya sudah memasang earphone dan memasang lagu dari ponsel saya, tetap saja suara mereka terdengar.
Pada saat itulah hati saya berbicara.Gery, kalau kamu pikiran negatif dan membenci seseorang, bukankah kamu sudah membunuh orang di dalam hatimu? Siapa kamu, merasa lebih tinggi dari mereka? Siapa kamu? Memangnya kamu Tuhan?
Apa masalahnya dengan pikiran negatif?
Berpikir negatif itu mudah sekali, apa lagi pada zaman di mana segala macam informasi bisa masuk jangkauan kita dalam hitungan detik. Buka saja Facebook dan hitung saja berapa banyak posting yang berisi ujaran kebencian. Buka saja Twitter dan lihat berapa kali ada yang twitwar. Lihat juga Instagram dan periksa berapa yang menyindir, disindir balik, dan balas menyindir. Era informasi memudahkan segala sesuatu masuk ke dalam pikiran kita, termasuk segala sesuatu yang berbau kebencian.
Sadar atau tidak, pikiran menentukan hidup kita. Pikiran yang baik dan rohani menuntun kita kepada hidup yang rohani pula. Sebaliknya, pikiran negatif yang jahat dan penuh dosa akan menuntun kita kepada hidup yang penuh dosa, sesat, dan terhilang. Pikiran kita adalah medan tempur antara Tuhan dan Iblis. Sepanjang hari, kita akan terus disodori pilihan : Benar atau salah? Baik atau buruk? Kudus atau dosa? Galatia 6:7 menandaskan, “Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang dituainya.” Pikiran kita tidak netral; ia akan mengikuti apa yang “ditaburkan” di dalamnya. Jangan heran, jika kita susah berpikir baik, jika sepanjang hari kita menabur kejahatan di dalam pikiran kita. Analoginya sederhana: saya menabur biji mangga di belakang rumah saya. Dalam waktu 4-5 tahun, pasti pohon mangga yang tumbuh di sana. Tidak masuk akal, dong, jika saya berharap pohon duren yang tumbuh?
Sama saja dengan pikiran. Jika kita membiarkan hal-hal macam kebencian, percabulan, kebohongan, kejahatan, atau tipu daya masuk ke dalam pikiran kita, maka hal-hal itulah yang akan menguasai pikiran kita.
Bagaimana berpikir kudus di tengah dunia yang penuh dosa?
Akan tetapi: dunia ini sudah terlanjur cemar dan berdosa. Bagaimana kita dapat memikirkan kebenaran ketika dunia gemar dengan kesalahan?
Tuhan menginginkan agar kita semua hidup kudus . Lebih lagi dari itu, Ia memanggil kita semua untuk menjadi bangsa pilihan-Nya, menjadi “bangsa imamat yang rajani” (1 Pet. 2:9). Dan sudah tentu itu termasuk pikiran kita. Akan tetapi, kita pun tahu bahwa hidup kudus itu sulit. Yesus sendiri berkata bahwa pintu menuju kebinasaan begitu besar, sedangkan pintu menuju hidup kekal itu sesak dan sempit. Belum lagi kalau sudah bicara memikul salib dan menyangkal diri.
Begitu besarnya pertentangan antara kebenaran dan dosa, bahkan Paulus sendiri pun sampai berkata, “Aku, manusia celaka! Siapakah yang dapat melepaskan aku dari tubuh maut ini?” di Roma pasal 6. Sebelumnya, ia sendiri berkata bahwa ia menjadi “tawanan hukum dosa” untuk menggambarkan betapa beratnya perjuangan untuk hidup kudus itu. Itulah kenyataannya; dunia penuh dengan dosa, bahkan daging kita pun selalu ingin berbuat dosa, sementara kita harus berusaha melawan kedua hal tersebut.
Alexander Pope berkata,
“Vice is a monster of so frightful mien, as to be hated needs but to be seen; yet seen too oft, familiar with her face, we first endure, then pity, then embrace.”
(Dosa adalah monster yang mengerikan, karena kita harus membencinya, kita harus melihatnya; tetapi, karena kita sudah terlalu kenal dengan wujudnya, kita melawan dia, kemudian kita mengasihani dia, lalu memeluknya). Betapa mudah kita tidak lagi mengenali dosa sebagai dosa, hanya karena masalah waktu. Tidaklah mengherankan, karena dosa akan selalu mengintai kita dan mengejar kita, sampai kita kembali kepada Tuhan.
Lantas, kembali lagi ke soal pikiran, bagaimana mungkin kita menjaga pikiran kita dari pikiran negatif? Menjaganya tetap kudus dan murni, ketika iblis dan daging menyerang kita setiap setiap saat? Bagaimana kita tetap bisa kudus dalam pikiran ketika kita menemukan hoax ataupun posting yang triggering di Facebook atau WhatsApp? Bagaimana tetap bersih ketika berhadapan dengan atasan yang mudah sekali marah atau tersinggung? Lalu, bagaimana cara tetap suci ketika pasangan kita kelihatan keras kepala? Bagaimana bisa menjaga kekudusan ketika orang yang kita benci tiba-tiba datang lagi?
Berserah, bukan menyerah
Untunglah Tuhan masih memberi kita jalan keluar. Ia tahu penderitaan kita, Ia merasakan apa yang kita alami, sehingga kita dapat memiliki harapan. Sebagaimana dituliskan dalam kitab Ibrani,
“Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah Imam Besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita {…} Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.
-Ibrani 4:15
Yesus sudah terlebih dahulu merasakan penderitaan dan pencobaan, sehingga kita dapat melihat kepada Dia di saat kita dicobai. Yesus mengerti dan memahami apa yang kita rasakan, karena dahulu pun Ia merasakannya. Bedanya, Ia berhasil lepas dari semua pencobaan itu karena Ia sanggup untuk tidak berbuat dosa; malah, Ia yang kemudian dikorbankan untuk menebus dosa-dosa manusia.
Melawan dosa itu tidak bisa dilakukan sendirian. Saya masih bisa jatuh ke dalam dosa, tetapi Yesus tidak. Oleh karena itu, apa yang bisa saya lakukan? Tentu saja, berserah kepada Yesus! “Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus […] (2 Kor. 10:5). Cara terbaik untuk menaklukkan pikiran yang penuh dosa adalah dengan menyerahkannya kepada Yesus, karena Ialah satu-satunya Pribadi yang paling mampu memberi kita kuasa atas dosa.
Yesus sudah menang melawan semua macam dosa, termasuk pikiran negatif dan kebencian sekalipun. Itulah mengapa berserah kepada-Nya adalah pilihan pertama yang harus kita buat. Mintalah kekuatan setiap kali godaan itu datang; maka Ia pasti akan menolong kita.
Kelilingi pikiran dengan Firman Tuhan
Sekali lagi, pikiran adalah medan perang. Peperangan itu dimulai ketika hal-hal dari luar mulai masuk ke dalam hati kita, dan berebut menguasainya. Tapi pertanyaan sesungguhnya adalah: siapa yang akan kita menangkan? Pikiran Allah atau pikiran negatif?
Daud, sebagai orang yang dekat dengan Allah, tahu bahwa ia punya banyak urusan dalam hidupnya, entah sebagai gembala, entah sebagai raja. Akan tetapi, ia juga tahu bahwa Tuhan harus menjadi yang utama dalam hidupnya. Itulah mengapa, dalam kitab Mazmur, kita dapat menemukan ungkapan kecintaannya kepada Tuhan – juga firman-Nya.
“Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari.”
-Mzm. 119:97
Daud memberi contohan yang sempurna bahwa kita harus meletakkan firman Allah sebagai yang pertama dan utama, sepanjang hari. Cara terbaik untuk melindungi pikiran kita adalah dengan merenungkan firman Allah, setiap hari. Dengan menyempatkan diri dalam hadirat-Nya, kita akan terpenuhi terlebih dahulu dengan firman-Nya, sehingga lebih mudah untuk menolak pikiran yang jahat. Penyertaan Allah tentu akan melindungi kita dari setiap serangan iblis. Jika kita berlindung kepada-Nya, Allah sendiri berjanji akan melindungi kita (Za. 2:5).
Berfokus pada apa yang baik
Pernah dengar istilah ‘kaca mata kuda?’ Kaca mata kuda sebenarnya adalah semacam penutup mata yang dipakaikan kepada kuda penarik delman, agar kuda tersebut tidak berjalan ke mana-mana. Ini memudahkan kusir untuk bisa mengarahkan kuda tersebut sesuai dengan keinginannya, jadi ia tidak berjalan sembarang ke kanan atau ke kiri. Kuda yang mengenakan kaca mata kuda tersebut sudah tersugesti untuk berjalan sesuai dengan apa yang ia lihat; karena ia cuma bisa melihat jalanan ke depan, ia akan bergerak terus berdasarkan apa yang ada dalam matanya.
Begitulah yang terjadi pada pikiran kita. Apa yang terjadi di dalam pikiran tergantung pada apa yang masuk ke dalamnya. Bacalah berita-berita kriminal sepanjang hari, dan kita pasti akan ketakutan oleh karena banyaknya kejahatan di sekitar kita. Bacalah gosip setiap hari, dan kita pasti akan terdorong untuk menghakimi si artis yang tersebut namanya. Perhatikanlah politik setiap hari, dan pikiran kita pasti penuh dengan pikiran negatif, apa-apa yang “salah” dengan negara kita.
Lalu bagaimana untuk bisa memiliki pikiran yang baik? Fokuskanlah kepada hal-hal yang baik pula. Bagaimana bisa memiliki pikiran yang rohani? Fokuskanlah kepada hal-hal yang rohani pula. Sebagaimana tertulis dalam Filipi 4:8, “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” Sebagaimana kuda yang disebut di atas, kita harus mendisiplin pemikiran kita untuk memikirkan yang benar, mulia, adil, suci, singkat kata semua yang menyenangkan Tuhan.
Hari ini, kita bisa menjalani satu hari yang sangat baik, apapun keadaannya, atau satu hari yang sangat buruk. Apa penentunya? Pikiran kita. Hari yang baik tidak ditentukan oleh banyaknya kejadian yang baik; pikiran kitalah yang menentukan segalanya.
Hentikan pikiran negatif dan mulai pikiran benar
Sebagai orang Kristen, peperangan ada di mana-mana, utamanya di dalam pikiran kita. Hampir setiap hari Iblis akan berusaha menjatuhkan kita dan memengaruhi kita dengan berbagai macam akal bulusnya, dan sudah tentu pikiran akan menjadi targetnya yang utama. Apa yang ada dalam pikiran kita akan menjadi hidup kita. Itulah mengapa, Amsal 4:23 memerintahkan kita untuk menjaga hati (pikiran) kita “dengan segala kewaspadaan.”
Memiliki pemikiran yang kudus, ilahi, dan rohani adalah sebuah langkah yang radikal dan anti-mainstream di tengah dunia yang sengit dengan hoax, kebencian, sarkasme, dan kecurigaan. Maukah kita mengambil keputusan untuk menjadi berbeda, dengan menjadikan firman Allah sebagai sumber dari pikiran kita?
Pikiran kita adalah kekuatan yang begitu besar; apa yang kita pikirkan akan menjadi hidup kita, dan apa yang kita lakukan dengan hidup kita akan menjadi takdir kita. Tidak ada satupun, bahkan Tuhan maupun Iblis sekalipun, yang dapat mengubah kita selain keputusan kita sendiri. Mari kita memutuskan untuk memikirkan apa yang berkenan di hadapan Tuhan, agar nama-Nya pun turut dimuliakan.
Sumber GKDI
-G R-